Translate

Minggu, 02 Juni 2013

Dasar Yuridis Dan Kesepakatan Dasar Dalam Perubahan UUD 1945

1.Dasar Yuridis Perubahan UUD 1945

MPR melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur prosedur per-ubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Naskah yang menjadi objek perubahan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959.

Sebelum melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR dalam Sidang Istimewa MPR tahun 1998 mencabut Ketetapan MPR Nomor IV/ MPR/1983 tentang Referendum yang mengharuskan terle-bih dahulu penyelenggaraan referendum secara nasional de-ngan persyaratan yang demikian sulit sebelum dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 oleh MPR. Putusan Majelis itu sejalan dengan kehendak untuk melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menggunakan aturan yang ada di dalam Undang-Undang Dasar itu sendiri, yaitu Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang mengatur tentang tata cara perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak sesuai dengan cara perubahan seperti yang diatur pada Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.Kesepakatan Dasar dalam Perubahan UUD 1945
Tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada awal era reformasi (pertengahan tahun 1998) terus berkembang, baik oleh masya-rakat, pemerintah maupun oleh kekuatan sosial politik, ter-masuk partai politik. Tuntutan itu kemudian diperjuangkan oleh fraksi-fraksi MPR.



Selanjutnya, MPR membentuk Badan Pekerja MPR untuk melaksanakan tugas mempersiapkan rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Badan Pekerja MPR kemudian membentuk Panitia Ad Hoc III (pada masa sidang tahun 1999) dan Panitia Ad Hoc I (pada masa sidang tahun 1999-2000, tahun 2000-2001, tahun 2001-2002, dan tahun 2002-2003).

Rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk pertama kalinya dipersiapkan oleh Panitia Ad Hoc III Badan Pekerja dalam waktu yang sangat singkat. Namun, proses dan persiapannya telah berlangsung lama sebelumnya.

Dengan tekad, semangat, dan komitmen serta kebersamaan seluruh fraksi MPR serta dukungan yang demikian besar dari masyarakat, pemerintah, dan berbagai komponen bangsa lainnya, dalam jangka waktu yang singkat Panitia Ad Hoc III telah merumuskan rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah hasil kerja Panitia Ad Hoc III tersebut diambil putusan dalam rapat Badan Pekerja MPR, materi rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut diajukan kepada Sidang Umum MPR tahun 1999 untuk dibahas dan diambil putusan. Dalam forum permu-syawaratan tersebut MPR telah menghasilkan putusan berupa Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam rapat-rapat Panitia Ad Hoc III Badan Pekerja MPR masa sidang 1999 sebelum sampai pada kesepakatan mengenai materi rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disepakati dua hal, yaitu kesepakatan untuk langsung melakukan perubahan tanpa menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terlebih dahulu dan kesepakatan dasar antarfraksi MPR dalam melakukan perubahan Undang-Undang Dasar.

Sebelum memulai pembahasan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Panitia Ad Hoc III terlebih dahulu melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan beberapa pakar hukum tata negara untuk membahas topik apakah perlu menetapkan terlebih dahulu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum melakukan perubahan ataukah langsung melakukan perubahan tanpa harus menetapkan terlebih dahulu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pada rapat dengar pendapat umum tersebut muncul dua pendapat pakar hukum tata negara. Di satu pihak ada pendapat bahwa sebelum dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terlebih dahulu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus ditetapkan sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pihak lainnya berpendapat bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak perlu ditetapkan, tetapi langsung saja dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berdasarkan ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berdasarkan diskusi mendalam mengenai hal itu dan setelah mendengarkan masukan dari pakar hukum tata negara, Panitia Ad Hoc III menyepakati langsung melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan berlaku dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Selanjutnya, perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan oleh MPR dengan mempergunakan ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mengingat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah prestasi dan simbol perjuangan serta kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia sekaligus men-jadi hukum dasar tertulis, dalam melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, fraksi-fraksi MPR perlu menetapkan kesepakatan dasar agar perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempunyai arah, tujuan, dan batas yang jelas. Dengan demikian, dapat dicegah kemungkinan terjadinya pembahasan yang melebar ke mana-mana atau terjadinya per-ubahan tanpa arah. Selain itu, perubahan yang dilakukan meru-pakan penjabaran dan penegasan cita-cita yang terkandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesepakatan dasar itu menjadi koridor dan platform dalam melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pada saat itu, fraksi-fraksi MPR juga menyepakati bahwa perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak menyangkut dan tidak mengganggu eksis-tensi negara, tetapi untuk memperbaiki dan menyempurnakan penyelenggaraan negara agar lebih demokratis, seperti disempurnakannya sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) dan disempurnakannya pasal-pasal mengenai hak asasi manusia. Konsekuensi dari kesepakatan itu adalah perubahan dilakukan terhadap pasal-pasal, bukan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Di tengah proses pembahasan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Panitia Ad Hoc I menyusun kesepakatan dasar berkaitan dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesepakatan dasar itu terdiri atas lima butir, yaitu:

1.tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3.mempertegas sistem pemerintahan presidensial;

4.Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh);

5.melakukan perubahan dengan cara adendum.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat dasar filosofis dan dasar normatif yang mendasari seluruh pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengandung staatsidee berdirinya Negara Kesatuan Re-publik Indonesia (NKRI), tujuan (haluan) negara serta dasar negara yang harus tetap dipertahankan.

Kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didasari pertimbangan bahwa negara kesatuan adalah bentuk yang ditetapkan sejak awal berdirinya negara Indonesia dan dipandang paling tepat untuk mewadahi ide persatuan sebuah bangsa yang majemuk ditinjau dari berbagai latar belakang.

Kesepakatan dasar untuk mempertegas sistem pemerintahan presidensial bertujuan untuk memperkukuh sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis yang dianut oleh negara Republik Indonesia dan pada tahun 1945telah dipilih oleh pendiri negara ini.

Kesepakatan dasar lainnya adalah memasukkan Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif ke dalam pasal-pasal (Ba-tang Tubuh). Peniadaan Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimaksudkan untuk menghindarkan kesulitan dalam menentukan status “Penjelasan” dari sisi sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan. Selain itu, Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan produk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) karena kedua lembaga itu menyusun rancangan Pembukaan dan Batang Tubuh (pasal-pasal) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tanpa Penjelasan.

Kesepakatan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan dengan cara adendum. Artinya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu dilakukan dengan tetap mempertahankan naskah asli Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana terdapat dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959 hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan naskah perubahan-perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diletakkan mele-kat pada naskah asli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Lewat Facebook