Translate

Kamis, 13 Juni 2013

UU yang mengatur entang Sistem Peradilan Pidana Anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG

SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA



PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,





Menimbang:

a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan
Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat
sebagai manusia seutuhnya;

b. bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak
berhak mendapatkan pelindungan khusus, terutama
pelindungan hukum dalam sistem peradilan;

c. bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi
Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap
anak mempunyai kewajiban untuk memberikan
pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan
dengan hukum;

Rabu, 12 Juni 2013

UU yang Mengatur Tentang Penanganan Konflik Sosial

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 7 TAHUN 2012

TENTANG

PENANGANAN KONFLIK SOSIAL



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA



PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




Menimbang:


a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan
menegakkan hak asasi setiap warga negara melalui
upaya penciptaan suasana yang aman, tenteram, tertib,
damai, dan sejahtera, baik lahir maupun batin sebagai
wujud hak setiap orang atas pelindungan agama, diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda;

Undang-undang yang Mengatur Tentang Perbankan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1998
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992
TENTANG PERBANKAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

a.
bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945;
b.
bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan
terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan
penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk Perbankan;

UU yang Mengatur Tentang Ketenagakerjaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

a.
bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil
maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

b.
bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan
dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;

c.
bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan
ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam
pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan;

d.
bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak hak
dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;
 

Selasa, 11 Juni 2013

UU Tindak Pidana Korupsi


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2009 2009
TENTANG
PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum
yang bertujuan mewujudkan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara yang tertib, sejahtera, dan berkeadilan
dalam rangka mencapai tujuan negara sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa tindak pidana korupsi telah menimbulkan
kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara sehingga upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan
secara terus-menerus dan berkesinambungan yang
menuntut peningkatan kapasitas sumber daya, baik
kelembagaan, sumber daya manusia, maupun sumber daya
lain, serta mengembangkan kesadaran, sikap, dan
perilaku masyarakat antikorupsi agar terlembaga dalam
sistem hukum nasional;

c. bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dasar
pembentukannya ditentukan dalam Pasal 53 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berdasarkan
putusan Mahkamah Konstitusi dinyatakan bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, sehingga perlu diatur kembali Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi dengan undang-undang yang baru;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 24A ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 25, dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Tugas dan Wewenang DPR

Dalam melaksanakan Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan Fungsi Pengawasan, DPR mempunyai tugas dan wewenang antara lain:

Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
Membahas dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pernerintah Pengganti Undang-Undang

Menerima dan membahas usulan Rancangan UndangUndang yang diajukan oleh DPD yang berkaitan dengan bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi Iainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan mengikut sertakan dalam pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I.

Mengundang DPD pntuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPR maupun oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf c, pada awal pembicaraan tingkat I
Memperhatikan pertimbangan DPD atas Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undàng yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam awal pembicaraan tingkat I.

Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama.

Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD
Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan/konsultasi, dan pendapat
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang

Kamis, 06 Juni 2013

UU Perlindungan Konsumen

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN

UNDANG­UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang             :    a.   bahwa   pembangunan   nasional   bertujuan   untuk   mewujudkan 
suatu  masyarakat  adil  dan  makmur  yang  merata materiil  dan 
spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila 
dan Undang­Undang Dasar 1945;
b.   bahwa   pembangunan   perekonomian   nasional   opada   era 
globalisasi   harus   dapat   mendukung   tumbuhnya   dunia   usaha 
sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/ jasa yang 
memiliki   kandungan   teknologi   yang   dapat   meningkatkan 
kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan 
kepastian     atas     barang     dan/jasa     yang     diperoleh     dari 
perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;
c.     bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari 
proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan 
kesejahteraan masyarakat serta kepatian atas mutu, jumlah dan 
keamanan barang dan/ atau jasa yang diperolehnya di pasar;
d.   bahwa   untuk   meningkatkan   harkat   dan   martabat   konsumen 
perlu   meningkatkan   kesadaran,   pengetahuan,   kepedulian, 
kemampuan   dan   kemandirian   konsumen   untuk   melindungi 
dirinya serta menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang 
bertanggung jawab;
e.   bahwa     ketentuan     hukum     yang     melindungi     kepentingan 
konsumen di Indonesia belum memadai

Selasa, 04 Juni 2013

Undang-Undang yang Mengatur Tentang Narkoba

Ketentuan Pidana

Ketentuan Pidana UU No 22 Thn 1997 tentang Narkotika terdapat didalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 104 yang mengatur tentang pelarangan, peredaran dan penggunaannya yang diperbolehkan maupun tidak diperbolehkan. Seperti yang terdapat didalam pasal 82 yang berbunyi:

(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum :

a. mengimpor , mengekspor , menawarkan untuk dijual , menyalurkan , menjual , membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, alat menukar narkotika Golongan I , dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup , atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000. ( satu milyar rupiah );

b. mengimpor , mengekspor , menawarkan untuk dijual , menyalurkan , menjual , membeli, menyerahkan , menerima , menjadi perantara dalam jual beli; atau menukar narkotika Golongan 11, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000. ( lima ratusjuta rupiah );

c. mengimpor , mengekspor , menawarkan untuk dijual, menyalurkan , menjual , membeli, menyerahkan , menerima , menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.3.00.000.000. (tiga ratusjuta rupiah )

Minggu, 02 Juni 2013

PERUBAHAN PERTAMA - KEEMPAT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERUBAHAN PERTAMA UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

Setelah mempelajari, melaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguhsungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya menjadi berbunyi sebagai
berikut:

Sejarah Amandemen UUD 1945

Sejarah Amandemen UUD 1945

Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum UUD 1945 ayat 1, undang-undang dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu. Dimaksud hanya sebagian adalah karena selain UUD (hukum tertulis) juga berlaku hukum tidak tertulis. Sebagai konstitusi negara Indonesia UUD 1945 berada di posisi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan. Semua hukum yang berlaku di Indonesia haruslah sesuai dan berintisari dari UUD 1945. Akan tetapi biar bagaimanapun UUD 1945 adalah hukum yang di ciptakan manusia dan tidak dapat dikatakan sempurna. Setidaknya telah ada 4 sejarah amandemen UUD 1945.

Sebelum membahas sejarah amandemen UUD 1945 mungkin ada baiknya kita sedikit mengulang bahasan sebelumnya tentang perbandingan undang-undang dasar sebelum dan sesudah amandemen. Di sana saya sempat menjelaskan 3 macam UUD yang telah digunakan di Indonesia. Yang dimaksud ketiganya adalah UUD 1945, UUD RIS 1949, dan UUDS 1950.

Beruntung saat ini kita tetap menggunakan produk pendiri bangsa kita sebagai konstitusi negara, UUD 1945. Namun dalam perjalanannya bangsa Indonesia semakin berkembang dan memiliki kebutuhan yang lebih beragam lagi. UUD 1945 yang diposisikan sebagai dasar negara ternyata memiliki beberapa kelemahan. Wajar saja karena dalam prosesnya penyusunan UUD 1945 ini dilakukan dalam situasi kondisi genting, sama halnya seperti proses perumusan pancasila.

Dalam sejarah amandemen UUD 1945 terhitung sudah 4 kali UUD 1945 mengalami amandemen (Amendment, Perubahan, tetapi bukan dalam pengertian Pergantian). Setelah 4 kali diamandemen sebanyak 25 butir tidak dirubah, 46 butir dirubah atau ditambah dengan ketentuan lainnya. Secara keseluruhan saat ini berjumlah 199 butir ketentuan, 174 ketentuan baru. Mengapa harus diamandemen? Berikut ini beberapa alasan mengapa perlu dilakukan amandemen.

Rumusan Pasal 12,13 dan 14 UUD 1945

Rumusan Pasal 12,13 dan 14 UUD 1945 Beserta Penjelasan

Keadaan bahaya (TETAP)
Rumusan pasal ini sebagai berikut.

Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

o. Pengangkatan duta dan konsul serta penerimaan duta negara lain
Sebelum diubah, ketentuan tentang pengangkatan duta dan konsul serta penerimaan duta negara lain diatur dalam satu pasal, yaitu Pasal 13 dengan dua ayat, yaitu ayat (1) dan ayat (2). Setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi tetap terdiri atas satu pasal, tetapi menjadi tiga ayat, yaitu Pasal 13 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Adapun Pasal 13 ayat (1) tetap. Rumusan perubahan sebagai berikut.

Rumusan perubahan:

Pasal 13
(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memper-hatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Rumusan naskah asli:

Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Presiden menerima duta negara lain.

Sebelum pasal tersebut diubah, Presiden sebagai kepala negara mempunyai wewenang untuk menentukan sendiri duta dan konsul serta menerima duta negara lain. Duta besar yang diangkat oleh Presiden merupakan wakil negara Indonesia di negara tempat ia ditugaskan. Kedudukan itu menyebabkan duta besar mempunyai peranan penting dan berpengaruh dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan yang menjadi wewenangnya.
Demikian pula duta negara lain yang mewakili negaranya di Indonesia sangat penting bagi akurasi informasi untuk kepentingan hubungan baik antara kedua negara dan kedua bangsa.

Mengingat pentingnya hal tersebut, maka Presiden dalam mengangkat dan menerima duta besar sebaiknya diberikan pertimbangan oleh DPR. Pertimbangan DPR tidak bersifat mengikat secara yuridis-formal, tetapi perlu diperhatikan secara sosial-politis. Selain itu, pertimbangan DPR dalam hal menerima duta asing juga dimaksudkan agar pemerintah tidak disalahkan apabila menolak duta asing yang diajukan oleh negara lain karena telah ada pertimbangan DPR.

Selain itu, adanya pertimbangan DPR tersebut dimaksudkan agar terjalin saling mengawasi dan saling mengimbangi antara Presiden dan lembaga perwakilan tersebut di mana mereka saling mengawasi dan saling mengimbangi dalam hal pelaksanaan tugas-tugas kene-garaan.

Dasar Yuridis Dan Kesepakatan Dasar Dalam Perubahan UUD 1945

1.Dasar Yuridis Perubahan UUD 1945

MPR melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur prosedur per-ubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Naskah yang menjadi objek perubahan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959.

Sebelum melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR dalam Sidang Istimewa MPR tahun 1998 mencabut Ketetapan MPR Nomor IV/ MPR/1983 tentang Referendum yang mengharuskan terle-bih dahulu penyelenggaraan referendum secara nasional de-ngan persyaratan yang demikian sulit sebelum dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 oleh MPR. Putusan Majelis itu sejalan dengan kehendak untuk melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menggunakan aturan yang ada di dalam Undang-Undang Dasar itu sendiri, yaitu Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang mengatur tentang tata cara perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak sesuai dengan cara perubahan seperti yang diatur pada Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.Kesepakatan Dasar dalam Perubahan UUD 1945
Tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada awal era reformasi (pertengahan tahun 1998) terus berkembang, baik oleh masya-rakat, pemerintah maupun oleh kekuatan sosial politik, ter-masuk partai politik. Tuntutan itu kemudian diperjuangkan oleh fraksi-fraksi MPR.

Tugas dan Wewenang MPR sebelum dan sesudah Perubahan UUD1945

2. Kedudukan, Tugas Dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kedudukan, tugas dan wewenang MPR sebagaimana diatur Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan), berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 6, Pasal 37, dan Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kedudukan:

MPR adalah penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dan merupakan lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat.

Pasal 33 UUD 1945 tentang Sumber Daya Alam


9. Bab Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Rakyat
Sebelum diubah, judul bab ini adalah Kesejahteraan Sosial yang terdiri dari 2 (dua) pasal, yaitu Pasal 33 dengan tiga ayat dan Pasal 34 tanpa ayat. Setelah diubah, nama bab menjadi Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, terdiri atas dua pasal, yaitu Pasal 33 dengan lima ayat dan Pasal 34 dengan empat ayat.
Uraian perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tercakup dalam materi pokok Bab tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial sebagai berikut.

a. Perekonomian Nasional
Ketentuan mengenai perekonomian nasional tercantum dalam Pasal 33 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Untuk melengkapi ketentuan mengenai perekono-mian nasional ini, dirumuskan ayat (4) dan ayat (5).

Rumusan perubahan:


Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Menurut UUD 1945

1. Pengertian Sistem Pemerintahan
Pada prinsipnya sistem pemerintahan itu mengacu pada bentuk hubungan antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif (Sri Soemantri, 1981:76). Sir Walter Bagehot (1955) kemudian membedakan antara sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Meskipun sebenarnya Bagehot hanya sekedar mencoba untuk memperbandingkan antara sistem yang berlaku di Inggris dan di Amerika Serikat, namun pembedaan ini lalu menjadi klasifikasi pokok bagi sistem pemerintahan itu sendiri.

Namun demikian uraian tentang sistem pemerintah Indonesia di sini akan sedikit diperluas. Tidak hanya meliputi hubungan antara Presiden yang merupakan lembaga eksekutif dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif semata. Uraian di sini juga akan meliputi penjelasan sekedarnya tentang lembaga-lembaga ketatanegaraan Indonesia yang lain.

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

Berdasarkan undang – undang dasar 1945 sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan majelis permusyawaratan rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi dibawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan Negara kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan prsiden.

5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden harus mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam membentuk undang – undang dan untuk menetapkan anggaran dan belanja Negara.

6. Menteri Negara adalah pembantu presiden yang mengangkat dan memberhentikan mentri Negara. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.

7. Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas. presiden harus memperhatikan dengan sungguh – sungguh usaha DPR.

Pasal-pasal UUD 1945 yang mengatur tentang HAM

1) Pasal 27 UUD 1945, berbunyi:
(1) “Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerinatah itu dengan tidak ada kecualinya”.

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(3) “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”

2) Pasal 28 UUD 1945
”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”

3) Pasal 28 A         
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya

4) Pasal 28 B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
(2) Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

5) Pasal 28 C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya

6) Pasal 28 D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum

(2) Setiap orang berhak untuk berkerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalm pemerintahan
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan

Komentar Lewat Facebook